Knowledge merupakan
asset kunci agar suatu perusahaan memiliki keunggulan kompetitif yang kontinu.
Saat ini sebuah perusahaan memiliki keunggulan bukan lagi disebabkan oleh mesin
dan fasilitas fisik produksi yang dimilikinya, tetapi oleh asset knowledge-nya.
Asset knowledge dapat berupa keterampilan dan talenta karyawan, strategi dan
produk dan layanan yang inovatif, proses bisnis dan jaringan.
Aset knowledge
inilah yang memberikan kontribusi utama dalam menciptakan kekayaan dan daya
saing perusahaan. Daya saing tidak lagi tergantung pada asset fisik (mesin,
gedung, dan fasilitas fisik lainnya), karena setiap perusahaan juga dapat
membeli asset fisik yang sama bahkan yang lebih baik. Untuk mengelola asset
knowledge inilah knowledge management lahir dan perlu diterapkan.
Senjata rahasia
Toyota yang paling terkenal adalah sistem manufakturnya yang brilian dan tidak
orthodoks. Sistem ini diperkenalkan pada pertengahan abad 20 yang dikenal
dengan Toyota Production System (TPS). Sistem ini memungkinkan Toyota dapat
merespons permintaan pasar yang fluktuatif dan mampu memproduksi model dengan
cepat serta keunggulan dalam hal operasional logistik, mudah dipantau dan
menjaganya tetap rendah.
Seiring
berkembangnya waktu, terjadi perubahan dalam manajemen yang cukup langka yakni
perubahan dari masyarakat industri menjadi masyarakat pengetahuan. Ketika masih
berada pada tahap masyarakat industri, manajemen memfokuskan pada jalur perakitan,
mesin, robot, dan otomasi. Sedangkan masyarakat pengetahuan, yang saat ini
dipakai, manajemen fokus pada kecerdasan yang mendalam.
Toyota telah
membentuk satu model manajemen baru yang sesuai dengan era pengetahuan. Cara
yang ditempuh yakni dengan melihat industri otomotif sebagai industri yang
dimotori pengetahuan dimana pertumbuhan bukan saja tergantung pada efisiensi
operasional melainkan juga pada kemampuan orang dan organisasinya. Model
manajemen pengetahuan milik Toyota melakukan pendekatan yang lebih manusiawi
bagi produk-produk industri karena lebih menempatkan manusia, bukan mesin, pada
titik pusat segalanya.
Perusahaan melihat
para pekerja pabriknya sebagai pekerja pengetahuan yang mengumpulkan
kebijaksanaan pengalaman dari jalur produksi. Perusahaan memahami bahwa
menumbuhkan ide dari manapun seperti dari pabrik, kantor dan sebagainya
mempunyai arti penting dalam industri yang dimotori pengetahuan.
Kerangka
Teori
Michael Planyi
seorang ahli kimia merupakan orang pertama yang memperkenalkan bahwa knowledge
terdiri atas dua jenis yaitu tacit knowledge dan explicit
knowledge. tacit knowledge merupakan knowledge yang diam di
dalam benak manusia dalam bentuk intuisi, judgement, skill, values,
dan belief yang sangat sulit diformalisasikan dan di-share
dengan orang lain, sedangkan explicit knowledge adalah knowledge yang
dapat atau sudah terkodifikasi dalam bentuk dokumen atau bentuk berwujud
lainnya sehingga dapat denganmudah ditransfer dan didistribusikan dengan
menggunakan berbagai media.
Ada satu hal lagi
yang tidak bisa dipisahkan dari knowledge management karena menjadi salah satu
legenda dalam Knowledge Management yaitu knowledge spiral yang dikenalkan oleh
Ikujiro Nonaka dengan bukunya The Knowledge-Creating Company. Ikujiro Nonaka
membuat suatu formulasi yang kita kenal dengan nama SECI atau Knowledge Spiral.
Inti konsepnya dalam
knowledge spiral bahwa pengetahuan itu mengalami proses bilamana digambarkan
akan berbentuk spiral. Proses itu antara lain Externalization – Combination –
Internalization – Socialization.
1. Sosialisasi merupakan
proses sharing dan penciptaan tacit knowledge melalui
interaksi dan pengalaman langsung. Sosialisasi meliputi sharing information dan
komunikasi tacit knowledge ke orang lain misalnya dengan cara rapat bersama
dalam kantor. Agar lebih efektif, ketika akan sharing diusahakan mengambil
suatu tempat dimana terdapat orang-orang yang memiliki kesamaan sudut pandang
sehingga nantinya bisa berjalan efektif. Jika dalam perusahaan, meeting seperti
ini biasa dilakukan misalnya team meeting atau meeting satu departemen yang
sama.
2. Eksternalisasi
merupakan pengartikulasian tacit knowledge menjadi explicit
knowledge melalui proses dialog dan refleksi. Proses ini mengubah tacit
knowledge menjadi explicit knowledge. Secara natural tacit knowledge sulit
dikonversi menjadi explicit knowledge. Proses ini bisa dilakukan dengan
mendokumentasikan atau menuliskan know-how dan pengalaman yang didapatkan ke
dalam bentuk tulisan artikel atau bahkan buku apabila perlu.
3. Kombinasi merupakan
proses konversi tacit knowledge menjadi explicit knowledge
yang baru melalui sistemisasi dan pengaplikasian explicit knowledge
dan informasi. Proses ini memanfaatkan explicit knowledge yang telah ada untuk
diimplementasikan menjadi explicit knowledge lain. Proses ini bisa dengan
mengkombinasikan explicit knowledge yang satu dengan yang lainnya sehingga
menjadi explicit knowledge baru. Dengan proses ini, kita bisa meningkatkan
skill dan produktifitas.
4. Internalisasi
merupakan proses pembelajaran dan akuisisi knowledge yang dilakukan oleh
anggota organisasi terhadap explicit knowledge yang disebarkan ke
seluruh organisasi melalui pengalaman sendiri sehingga menjadi tacit
knowledge anggota organisasi. Proses ini mengubah explicit knowledge
sebagai inspirasi datangnya tacit knowledge. Dengan referensi dari manual dan
buku yang ada, kita menemukan pengalaman baru, pemahaman baru dan know-how
baru.
Sejak awal tahun
90-an para pakar seperti Alvin Toffler (1990), Robert Reich (1991), James Brian
Quinn (1992), dan Peter Drucker (1993) menekankan tentang pentingnya
pengetahuan (knowledge) dalam masyarakat dan perekonomian (society
and economy) di akhir abad ke-20 dan pada abad ke-21. Menurut Drucker, di
era ‘knowledge society’, pengetahuan bukan semata sebagai salah satu
sumberdaya (a resource) bersama faktor-faktor produksi tradisional
lain seperti buruh, tanah, dan modal, melainkan satu-satunya sumber daya (the
only resource).
Menurut Tiwana
(2000) Knowledge Management didefinisikan sebagai manajemen knowledge
organisasi untuk menciptakan nilai bisnis dan untuk menghasilkan suatu
keunggulan kompetitif.
Siemens (2000)
berpendapat bahwa Knowledge Management merupakan suatu aktivitas
sistematis untuk kreasi dan berbagi knowledge sehingga knowledge dapat
dimanfaatkan untuk keberhasilan organisasi
Menurut Garner Group
(Koina, 2004) dalam Lumbantobing, manajemen pengetahuan adalah suatu disiplin
yang mempromosikan suatu pendekatan terintegrasi terhadap pengidentifikasian,
pengelolaan dan pendistribusian semua asset informasi suatu organisasi.
Selanjutnya disebutkan bahwa informasi yang dimaksud meliputi database,
dokumen, kebijakan, dan prosedur dan juga keahlian dan pengalaman yang
sebelumnya tidak terartikulasi yang terdapat pada pekerja perorangan.
Dalam buku yang
ditulis oleh Von Krough, Ichiyo, serta Nonaka (2000), dan Chun Wei Choo, (1998)
dalam Lumbantobing, disampaikan ringkasan gagasan yang mendasari pengertian knowledge
adalah sebagai berikut:
1. Knowledge
merupakan kepercayaan yang dapat dipertanggungjawabkan (justified true believe);
2. Pengetahuan merupakan sesuatu yang eksplisit sekaligus
terpikirkan (tacit);
3. Penciptaan inovasi secara efektif bergantung pada
konteks yang memungkinkan terjadinya penciptaan tersebut;
Berdasarkan beberapa
definisi yang menerangkan tentang apa arti dari knowledge management maka dapat
disimpulkan bahwa Knowledge management merupakan proses yang
terus-menerus harus dilakukan sehingga proses tersebut akan menjadi satu budaya
dari perusahaan tersebut, dan akhirnya perusahaan akan membentuk perusahaan
yang berbasis kepada pengetahuan.
Pembahasan
Sistem
Syaraf Toyota – Versi Manusia World Wide Web
Toyota bekerja
dengan asumsi bahwa setiap orang mengetahui segalanya karena budaya
komunikasinya adalah terbuka dan personal. Informasi mengalir bebas ke atas dan
ke bawah hierarki serta menyeberangi fungsi dan level senioritas, meluas hingga
ke luar organisasi, yaitu pemasok, customer, dan dealer. Sesuai dengan tradisional
khas timur, hubungan personal berarti sangat penting, sehingga dalam dunia
Toyota yang sudah berada di era digital sebenarnya masih bersifat analog. Untuk
itu dibutuhkan pengembangan keahlian mendengarkan seluruh opini dalam sebuah
lingkungan pertukaran yang bebas dan terbuka, serta dalam interaksi empat mata
dan hasilnya yaitu akumulasi hubungan dalam satu jaringan yang analog, yang
oleh VP eksekutif Yoshimi Inaba dikenal dengan nama ‘Sistem Saraf’.
Seperti sistem saraf
pusat di tubuh manusia, sistem saraf Toyota menyebarkan informasi dengan cepat
dan simultan ke seluruh bagian organisasi baik organisasi dalam maupun yang
beroperasi secara luas di luar negeri. Toyota memandang orang-orangnya sebagai
sel sarafnya, sebagai unit structural dan fungsional yang menghasilkan dan
menyebarkan sinyal atau denyut elektrokimia untuk bertindak. Orang-orang
berperan sebagai neutrontransmiter dari jaringan komunikasinya. Toyota telah
menggunakan sistem saraf ini untuk menghindari masalah akibat komunikasi yang
buruk yang lazim terjadi di organisasi dengan birokrasi yang besar. Dengan
memastikan setiap orang bisa mengetahui segalanya, beragam bagian di Toyota
dapat bergerak bersama sebagai satu kesatuan. Dan inilah yang menjadi salah
satu keunggulan kompetitif yang dimiliki Toyota.
Sebagai sebuah
sistem, Toyota tidak pernah lengkap karena Toyota terus tumbuh dan memproduksi
sel saraf baru yang menyebarkan denyut berbeda dalam lingkungan bisnis yang
terus berubah. Ada lima karakterisik dalam sistem saraf tersebut:
1.
Penyebaran pengetahuan secara terbuka dan meluas
2.
Kebebasan untuk menyuarakan opini berlawanan
3.
Interaksi empat mata yang kerap terjadi
4.
Mengungkap pengetahuan implisit dalam Toyota Way
5.
Mekanisme pendukung organisasi yang formal dan informal
Penyebaran
Pengetahuan Secara Terbuka dan Meluas
Toyota selalu
memberikan nilai tinggi bagi komunikasi terbuka antar karvawan dalam
berkolaborasi. Untuk memfasilitasi keja tim, para karyawan didorong untuk
terlibat dalam Yokoten yang berarti bentangkan atau buka sisi tepi. Slogan “Mari
kita yokoten” kerap terdengar di Toyota. Slogan ini bertujuan untuk mendorong
setiap orang berbagi pengetahuan dan keahlian pribadi secara terbuka dengan
orang lain. Dengan slogan ini pula maka tercipta suatu komunikasi viral yang
menghasilkan penyebaran pengetahuan ke semua arah yang lebih efisien.
Organisasi harus
bersifat terbuka dan relatif berbentuk datar agar sistem saraf dapat berfungsi
dengan baik. Toyota telah menciptakan lingkungan tersebut, terbukda dan datar,
dengan menempatkan semua orang bekerja sama dalam satu ruang besar tanpa
penyekat. Konsep runag besar disebut dengan nama Obeya. Individu dari kelompok
fungsional yang berlainan dalam tim persiapan produksi, seperti teknologi,
pengadaan, logistik, produksi dan sebagainya ditempatkan dalam satu ruang
besar.
Kemudian, untuk
memperkuat komunikasi dan kerja tim, maka dipasanglah informasi tentang proyek
di dinding obeya yang berfungsi sebagai “ruang informasi” agar semua orang
dapat melihatnya. Proses ini disebut dengan mieruka atau visualisasi. Mieruka
lebih efektif dibanding komunikasi terkomputerisasi dalam menjaga agar karyawan
tetap mengetahui dan mengikuti perkembangan proyek.
Kebebasan
Untuk Menyuarakan Opini Berlawanan
Dalam Organisasi,
sebaiknya juga terbuka atas kritik dan kontradiksi agar sistem saraf berfungsi
semestinya. Hal ini mengandung maksud bahwa setiap orang bebas menyuarakan
opini berlawanan ke manajemen puncak dan kantor pusat. Hal ini membuat satu
organisasi di mana tidak seorang pun menyembunyikan kekhawatiran atau persoalan
dan dimana diskusi konstruktif berlangsung dengan rutin.
Setiap individu di
Toyota diharapkan akan bertindak sesuai dengan apa yang dianggapnya benar.
Otoritas, tanggung jawab, dan akuntabilitas tergantung pada orang itu, bukan
pada jabatan atau tahun senioritasnya. Inilah sebah warisan budaya dari praktik
jidoka yang terkenal di Toyota Production System. Sebagai contoh, seorang
karyawan memiliki kekuasaan untuk menarik tali andon, menghentikan jalur
perakitan bila melihat sesuatu yang tidak sesuai standar. Seseorang karyawan
yang memilih tali itu mendpat kewenangan dari pemahaman mendalam atas standar
kualitas. Dan dasar intinya, jika setiap orang berbagi pengetahuan ini, anda
dapat mengandalkan banyak orang seperti mereka untuk menarik tali andon berdasarkan
alasan dan pengalaman yang tepat.
Interaksi
Empat Mata Yang Kerap Terjadi
Walaupun tidak ada
hukuman jika operasional lokal mengabaikan saran kantor pusat atau jika bawahan
tidak menaati perintah atasan mereka, penolakan untuk mendengar pihak lain
adalah pelanggaran yang serius. Sistem saraf Toyota hanya berfungsi jika
informasi dari sumber tersedia bagi setiap orang di organisasi, sehingga disini
dibutuhkan interaksi empat mata di lapangan. Menurut Yukitoshi Funo, presiden
Toyota Motor Sales, USA, hannya orang-orang yang dilapangan yang memiliki
informasi yang sesuai dengan fakta lapangan. Orang-orang di atas mungkin
visioner, tetapi mereka yang di bawah yang memiliki informasi aktual tentang
apa yang dapat atau apa yang tidak dapat dilakukan.
Para manajer di Toyota jarang mencapai posisi senior tanpa mendapat dan menyerap kehalian mendengarkan sepenuhnya atas apa yang ingin dikatakan karyawan, serta terus bertanya dan menyelidiki untuk memperoleh cara yang lebih baik. Para manajer di Toyota juga jarang mencapai posisi senior jikalau mereka adalah tipe-tipe pengkhotbah. Berkat kebijakan ini, hanya sedikit persaingan antarpribadi di Toyota untuk jenis yang eksis dimana orang-orang berebut posisi untuk mendapat pekerjaan yang mereka inginkan.
Membuat
Pengetahuan Laten Menjadi Eksplisit: The Toyota Way 2001
Elemen aktif
berikutnya adalah praktik mengubah pengetahuan empiris yang mendalam dan
tertutup (pengetahuan laten) menjadi bentuk eksplisit guna memperluas
penyebaran di organisasi dengan cara menulis atau melisankan pengetahuan yang
telah mereka wujudkan (pengetahuan mendalam berdasarkan pengalaman).
Toyota, dibawah
kepimipinan Fujio Cho, memulai inisiatif untuk menuliskan kebijaksanaan para
pendiri yang telah diwariskan secara lisan ke beberapa generasi. Semua
perkataan dan anekdot dikumpulkan dan dievaluasi untuk membentuk satu set
nilai, keyakinan, prinsip, wawasan, dan instuisi bagi perusahaan. Dalam
prosesnya terdapat 2 nilai inti sebagai pilar Toyota yakni perbaikan
berkelanjutan (kaizen) dan menghargai orang. Lalu penjabarannya dituliskan
dalam sebuah dokumentasi dengan judul The Toyota Way 2001 atau lebih dikenal
dengan nama the green book. Pertumbuhan dan keragaman operasional luar negeri
telah memicu Fujio Cho untuk merefleksikan kebijaksanaan sesepuh perusahaan dan
memikirkan cara untuk menyebarkan pengetahuan mereka di lingkungan baru guna
membantu mereka melaksanakan operasional tersebut sehingga The Toyota Way pun
akan berkembang seiring perjalanan waktu sehingga The Toyota Way akan direvisi
bila perlu di masa depan.
Publikasi The Green
Book juga diikuti oleh The Toyota Way ins Sales dan Marketing yang dikenal
sebagi Silver Book. Silver Book merupakan dokumentasi filosofi para pendiri
perusahaan yang terkait khusus dengan operasional penjualan dan pemasaran.
Silver Book ini lalu dikirim ke semua distributor pada Oktober 2002.
Menuangkan
kebijaksanaan para pendiri ke atas kertas adalah langkah pertama dalam proses
konversi pengetahuan. Langkah selanjutnya (yang lebih penting) adalah bagaimana
menyebarkan hal itu ke penjuru organisasi dan diterapkan dalam cara yang dapat
diterima sebagai pengetahuan berwujud yang bisa dipahami secara implisit.
Mekanisme
Pendukung Formal dan Informal
Mekanisme pendukung
formal dan informal telah dibentuk di dalam suatu organisasi dengan tujuan
untuk ikut menopang fungsi efektifitas sistem saraf. Ada 2 lembaga yang
berperan yaitu pertama Toyota Institute yang berguna membentuk pemimpin dan
manajer madya global yang ditanamkan nilai Toyota way, dan kedua Global
Knowledge Center yang bertugas untuk menyebarkan The Toyota Way in Sales and
Marketing. Kedua lembaga tersebut merupakan mekanisme formal pendukung sistem
saraf yang memnungkinkan setiap orang mengetahui segalanya.
Selain mekanisme
formal, juga didukung dengan informal dengan mendorong para karyawan untuk
bergabung ke beragam kelompok yang terorganisir misalnya berdasarkan fungsi
khusus, tahun angkatan, latar belakang pendidikan, tempat lahir, lever
manajerial, jenis tugas di pabrik, lokasi pabrik, keahlian, olahraga dan hobby,
dan induk organisasi lainnya. Adalah lazim seorang karyawan Toyota di Jepang
menjadi anggota kelompok informal ini. Seoran pensiunan pekerja pabrik telah
mengingat bagaimana ia berhasil membangun jaringan vertical, horizontal, bahkan
diagonal melalui kelompok-kelompok informal seperti itu.
Dengan melibatkan
kedalam kelompok informal maka dapat terjalin suatu persahabatan. Orang-orang
juga dapat belajar bagaimana cara berkomunikasi dan bisa mendapat berbagai
macam informasi dengan ambil bagian di kelompok ini. Fungsi lainnya semisal
jaringan vertical memangkas hierarki organisasi, jaringan horizonzal memperluas
kontak anda dengan kelompk yang melakukan pekerjaan yang sama atau berbedai
lokasi, dan sebagainya.
Kesimpulan
Proses pengembangan
produk merupakan proses yang bersifat kolaboratif dan lintas fungsi. Artinya
produk baru tidak dihasilkan oleh unit atau fungsi tertentu dalam perusahaan
tetapi melibatkan berbagai unit untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan
tidak sekedar baru tetapi juga harus laku dan dapat diproduksi dengan
semestinya.
Rancangan produk
baru biasanya dihasilkan oleh unit riset dan pengembangan, kemudian unit
marketing melakukan uji coba apakah rancangan produk tersebut dapat diterima
pasar, kemudian baru dievaluasi bagaimana cara memproduksinya oleh unit
rekayasa atau operasi (Davenport,1993).
Knowledge Management
dapat mengkaselerasi proses pengembangan produk baru, karena Knowledge
Management sendiri mempromosikan dan menyediakan media untuk kolaborasi (virtual
maupun tatap muka) dan knowledge sharing.
Peran knowledge
sharing semakin penting khususnya ketika Knowledge Management tradisional
didominasi proses-proses rekayasa pengetahuan berbasis IT, sudah bergeser ke
Knowledge Management yang semakin soft, sosial dan humanis. Knowledge
Management tradisional didominasi oleh aktivitas dan proses-proses pembangunan
berbasis IT dan digitalisasi knowledge dari tacit knowledge menjadi explicit
knowledge. Explicit knowledge dikategorisasikan atau
diklasifikasikan berdasarkan prinsip-psrinsip taksonomi pengetahuan. Knowledge
eksplisit dirancang sedemikian rupa agar dapat diakses dan di-retrieve
oleh orang yang membutuhkannya, atau secara sengaja ditransfer ke unit atau
orang yang dianggap membutuhkannya. ( Source : Enriche PH)
Daftar
Pustaka
Davenport, T.H., and
Prusak, L. 1998. Working Knowledge. Harvard Business School Press.
Lumbantobing, Paul.
2011. Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas. Bandung.
Knowledge Management Society Indonesia.
Nonaka, I., dan
Takeuchi, H. 1995. The Knowledge-Creating Company: How Japanese
Companies Create the Dynamics of Innovation. New York: Oxford University
Siemens AG (Dr.
Josef Hofer-Alfeis). 2000. Organizing Knowledge Management in a Large
Enterprise. APQC KM Benchmark
Tiwana, A. Knowledge
Management Toolkit, practical techniques for building a knowledge management
system. New Jersey. Prentice Hall PTR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar